BATASku di PTB


Perkemahan Teladan Bhakti yang digelar pada tanggal 11-13 April 2017 bukanlah perkemahan biasa yang menyongsong hanya pada gerakan pramuka. Disini aku diajarkan untuk berbagi bersama apa yang kumiliki pada mereka, desa Bugel. Sungguh rasanya indah mengingat masa-masa itu. Di mana hari pertama kurasa hari yang berat, mengganggur, kepanasan, lelah, tercampur aduk menjadi satu. Bukan karena kerjaan, tetapi rasanya hati ini belum bisa menerima perkemahan yang ada, dan kegabutan pun tak terhalau. Waktu menunjukkan pukul dzuhur, adzan pun berkumandang, kegabutanku mulai sedikit demi sedikit terhapus. Aku menimba air yang jaraknya cukup jauh dari mata kaki yang kupijakan ke tanah. Semuanya terasa asing, tetapi ku menikmatinya. Kesegaran air yang terasa asin, membasahi kedua tangan, kaki, dan telingaku. Ibadahpun terlaksanakan.
Kedua salam dan doa mengakhiri ibadahku. Aku membuka handphone-ku dan kulihat waktu menunjukan pukul 12.35, 5 menit setelah seharusnya aku berjaga menjadi merak 1 di sangkar 2. Dengan pandangan nanar, aku mencoba mempercepat langkahku menuju tenda dan mengajak rekanku, Innaka untuk segera ke sangkar yang kami tuju. Kami melangkah, dan terjaga dalam naungan HT di sangkar tersebut, setiap 10 menit sekali, pasti ada salah seorang yang mengingatkan untuk berpatroli. Awalnya aku sangat ceria saat akan berpatroli, aku memakai sepatu biruku melangkahkan kaki ke depan, dan mengarah ke tengah lapangan. Apa daya, di tengah lapangan hanya kotor yang kudapat. Lumpur-lumpur yang ada terus menggerogoti sepatu beserta kakiku, yang mengakibatkanku harus berganti mengenakan sandal.
Awalanya kukira akan menjadi hal yang mengkhawatirkan, jika aku hanya mengenakan sandal saja, tetapi tak masalah rupanya. Aku terus menunggu dan mengawasi sekitar, hingga panas matahari mencekikku seakan tak ada ruang untukku bernapas, dan aku mencoba terus bertahan. Tak ada yang asing sejak detik pertamaku berada di tempat penjagaan, semuanya tampak sama. Hingga beberapa jam kemudian, aku di kabarkan oleh rekanku yang lain bahwa ada sesuatu yang mengganggu di tempat ia berjaga. Dengan sigap, aku mencoba bangkit dari tempat dudukku dan menghampiri rekanku. Aku mencoba membantunya,untung saja kedatanganku dan yang lain dapat dengan mudah menyelesaikan hal tersebut.
Kasus sudah terpecahkan, aku memutuskan untuk kembali ke pos jaga ku untuk menghampiri rekanku, Innaka. Aku bercerita padanya tentang apa yang kualami tadi. Belum lama berselang, masalah itu kembali dan mengacaukan pos penjagaanku dengan Innaka, untungnya Innaka paham dan langsung mengatasi hal tersebut seorang diri. Aku lega bukan main. Tak terasa waktu terus berjalan, dan waktunya pergantian jadwal penjagaan. Aku merasa bersyukur hari ini, telah usai melaksanakan tugasku sebagai BATAS ( Bantuan dan Transportasi ).
Aku dan Innaka memutuskan untuk kembali ke tenda dan bersiap untuk bersih-bersih diri, awalnya aku tak mau tetapi lama-lama aku tergiur, karena keringatku yang trlah berceceran di mana-mana. Aku berpikir bahwa akan lama orang yang mengantre kamar mandi, karena di desa tersebut persediaan air bersih tak bisa muncul pada pukul 5-7 baik malam maupun pagi. Hal tersebut terus terngiang di benakku, hingga akhirnya aku disarankan oleh rekan yang lainnya, agar aku menempati kamar mandi yang belum begitu ramai. Aku pergi, dan benar saja tidak ramai. Selepas membersihkan diri, aku dan rekan-rekanku yang lain memutuskan untuk mengambil makanan di ruang konsum yang jaraknya lumayan jauh. Sampai sana, aku makan satu nasi bungkus, disertai teh hangat yang enak hingga mengantarkan tidurku yang lelap.
Hari pertama telah usai, matahari menyongsong membawa kemenangan, mataku terbuka dan melihat indahnya suasana pagi hari. Tetapi suasana ini harus segera mungkin hilang dari pandangku, karena aku harus bertugas jaga di pos balai desa. Belum lama mata terbuka, aku diberi tahu rekanku untuk sesegera mungkin berkemas, dan membawa barang yang dipunyai ke balai desa, karena hujan yang datang tiba-tiba. Aku berlarian, tetapi berusaha untuk tetap tenang. Seusai mengangkat barang yang kupunya, aku dan rekan yang lain membantu beberapa teman yang masih memerlukan bantuan hingga hujan berhenti, dan barang dikembalikan ke tenda. Selepas hujan, aku memutuskan untuk mengikuti olahraga pagi berupa senam, di balai desa.
Senam tersebut, sukses membuatku berkeringat, hingga akhirnya waktu memanggilku untuk berjaga. Aku mengambil HT di kesekretariatan, dan menyalakannya yang ternyata baterai HT tersebut habis. Hal ini membuatku harus menukar HT dengan HT yang lain, tetapi percuma HT yang kutukar ternyata tetap sama, dengan baterai habis. Penyesalan terberat saat berjaga di pos balai desa adalah tanpa HT, karena disitu benar-benar tampak menggabut. Untungnya dari sie danus, sedang mengadakan penjualan pakaian layak pakai, dan aku terus mengawasi orang-orang yang lewat hingga usai tugasku.
Kukembalikan HT yang kupinjam sesuai rutinitasku, dan bersih-bersih diri. Kuman-kumanku mulai hilang dan perutku mulai mengeluh kelaparan. Aku dan rekan-rekan yang cukup lelah, memutuskan untuk berbagi tugas, ada yang mengambil beberapa saja. Terpilihlah aku, Angel, dan Innaka, entah mengapa kami mengawali langkah kami dengan berbincang, dan lupa untuk membawa senter. Baru saja kami lewat tempat yang gelap, seketika ada teriakan yang mencekam mengegetkan kami. Kami segera berlari dan tak memperdulikan yang lain. Hati kami sangat was-was dibuatnya, dan membuat kami pulang dengan penjagaan dari para pria.
Takut kehilangan waktu untuk melihat pentas seni yang ditampilkan, aku membawa makanku ke tempat pentas tersebut dan rela untuk makan disana. Hingga kantuk menjemput, dan mentari pun datang. Hari terakhirku dari serangkaian acara PTB dimulai, dan berjaga untuk terakhir kalinya. Hingga mentari menari di atas kepala, dan mengantarkan teman-teman yang lain pulang, akhirnya tugasku berakhir.

Komentar

Postingan Populer